
Demikian dikatakan dalam seminar pendidikan yang bertemakan, “Urgensi Pengabdian Masyarakat dalam Bidang Pendidikan di Era Digital” pada Sabtu (20/8) di Auditorium Unusida. Seminar yang digelar Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan kampus setempat.
Menurutnya, kebijakan guru profesional dalam beberapa survey belum signifikan dalam meningkatkan kinerja. Salah satunya di sebuah sekolah, ditemukan masih kategori ‘sedang’. “Kebijakan itu sejatinya baik, tergantung indifidu masing-masing. Tetapi ini menjadi tantangan, sebab guru pada akhirnya bagi sebagian orang dianggap sebagai profesi ansih, bukan panggilan jiwa. Akibatnya ruh pendidikan menjadi sirna”, tutur Sekretaris Badan Pelaksana Penyelenggara UNUSIDA tersebut.
Selain itu, bagi Instruktur Nasionsl Penguatan Moderasi Beragama itu, bahwa role model pendidikan belum banyak. Seandainya ada, tidak banyak mendapatkan perhatian.
Pengabdian masyarakat menurut Widyaiswara Balai Diklat Keagamaan Surabaya itu sejatinya perwujudan dari peran manusia sebagai hamba Allah (abdullah) dan wakil Allah di bumi (khalifah fil ardli). Dari sini melahirkan manusia terbaik, Khairunnas anfa’uhum linnas”. “Jika semua aktifitas itu dilandasi pada dua hal itu untuk menjadi manusia terbaik, maka hidup akan berkah” ujarnya.

Selain itu, di tengah kehidupan yang hedonis dan materialis orang yang memiliki komitmen pengabdian menjadi langka dan istimewa, “Lakukan hal-hal yang tidak biasa dilakukan orang biasa, maka anda akan menjadi (manusia) luar biasa”.
Di dunia ini ada hukum alam, siapa menabur dia yang akan memetik. Dalam dunia pendidikan, menabur dan memetik dapat dilakukan dalam tiga konteks. Pertama, sebagai pendidik dan tenaga kependidikan (guru, dosen, widyaiswara, pengawas, dan lain-lain). Hal ini akan menjadi personal branding bagi setiap indifidu. Orang akan percaya karena karakter (haliah).
Karakter yang dimaksud kata alumni S.3 dan wisudawan terbaik Uinsa itu adalah berkhidmat secara tulus. Menurutnya, “ketulusan mengalahkan yang didapatkan”. Bagi orang semacam ini, pendapatan kecil tidak menjadi penghalang untuk berkhidmat dalam dunia pendidikan. Dia menemukan hal itu pada sebuah pelatihan, bisyarah 150-300 ribu (yang pasti) perbulan, tapi semangat mengembangkan diri sangat tinggi.
Lebih lanjut ia menjelaskan, bagi pribadi semacam ini, guru adalah profesi pengabdian tanpa batas. Hal ini banyak ditemukan di dunia pesantren. Tidak ada kyai yang pensiun. Bagi seorang pendidik di pesantren, “Masa pengabdian pendidik tidak dibatasi SK, tetapi nyawa”.
Kedua, dalam konteks lembaga. Lembaga dengan kemampuan mengelola SDM baik, berprestasi dan berkarakter akan memunculkan branding lembaga. Tingkat kepercayaan kepada lembaga juga semakin tinggi. Karena itu penting setiap tendik berkiprah di masyarakat dengan membawa nama lembaga. Apapun bisa dilakukan yang penting manfaat. Sebab, masyarakat akan percaya kepada lembaga yang dibina oleh guru, dosen, atau yang lain dengan karakter tersebut.
Jika tingkat kepercayaan tinggi, hukum alam juga menjawab dengan banyaknya input peserta didik. Banyaknya peserta didik dengan sendirinya berbanding lurus dengan kesejahteraan. Inilah yang disebut berkah secara kelembagaan.
Baca Juga : Pendaftaran Anggota ISNU SIDOARJO
Ketiga, menurut anggota bidang Sekokah Unggulan PW LP Ma’arif Jatim itu, Organisasi kependidikan ataupun ketenagaan pendidikan banyak dijumpai. Organisasi ini tentu non profit. Karena non profit harus diisi oleh orang-orang yang memiliki jiwa pengabdian. Artinya, orang yang berniat “menghidupi organisasi, bukan yang mencari penghidupan di organisasi”. Jika hal ini dimiliki oleh orang-orang berkarakter pengabdi, tingkat kepercayaan publik pada organisasi juga tinggi. Di sini hukum alam kembali berlaku.
Di era digital seperti saat ini, nenurut Sholehuddin, bagaimanapun baiknya seseorang, lembaga ataupun organisasi tidak akan diketahui publik, manakala tidak memainkan fungsi dunia maya (digital). Maka, sebagai insan-insan pendidikan, memanfaatkan dunia digital adalah sebuah keniscayaan. Dunia digital harus diisi dengan konten-konten kebaikan. Tentu selain publikasi, harus diniati menebarkan atmosfer kebaikan untuk kebaikan bersama melalui dunia pendidikan.
Di akhir sesi ia menguatkan jika pengabdian masyarakat harus menjadi ruh pendidik dalam menjalankan tugas pendidikan. Dia mengutip sebuah pepatah yang mengatakan, materi itu penting, tetapi metode lebih penting dari materi. Sedangkan ruh (jiwa) seorang pendidik, lebih penting dari keduanya. “Dan yang tidak kalah penting, gunakan media digital untuk mempublikasi keteladanan manusia-manusia terbaik dalam dunia pendidikan yang menginspirasi untuk semua” pungkasnya.

Selain Sholehuddin, seminar yang disupport PC ISNU Sidoarjo itu juga menghadirkan Anjas Pramono, anak muda hebat yang dengan keterbatasannya memiliki prestasi gemilang di dunia akademik dan non akademik. Hadir pula Assegaf, mewakili Dekan FKIP yang berhalangan. Dalam kesempatan itu, di depan ratusan peserta, diserahkan buku tentang pendidikan dan sejarah ISNU Sidoarjo kepada fakultas, Narsum dan para penanya.