Pada acara dialog Hukum Kebijakan Publik dan Moderasi Beragama yang digelar oleh PC ISNU Sidoarjo pada Jumat, 7 November 2025 di Umaha lal, Wakil Ketua PC ISNU Sidoarjo Bidang Sosial, Hukum dan Kebijakan Publik Dr. Zamroni menyampaikan perspektifnya mengenai pentingnya moderasi beragama dalam konteks hukum dan kebijakan publik di Indonesia. Dengan pendekatan yang seimbang dan menyeluruh, Dr. Zamroni membahas berbagai tantangan serta peluang dalam membangun masyarakat yang lebih toleran dan inklusif.
Moderasi Beragama dalam Kerangka Hukum dan Kebijakan Publik
Dr. Zamroni menekankan bahwa moderasi beragama bukanlah sekadar masalah ideologi, tetapi juga memerlukan dukungan dari kebijakan hukum yang jelas dan berkeadilan. Dalam hal ini, kebijakan negara berperan sebagai pengarah yang bisa menyeimbangkan antara kebebasan beragama dan kebutuhan untuk menjaga kerukunan antarumat beragama.
Menurutnya, undang-undang dan kebijakan publik di Indonesia telah memberikan ruang yang cukup besar bagi praktik moderasi beragama. Namun, tantangan terbesar adalah bagaimana menyesuaikan implementasi kebijakan tersebut dengan realitas sosial yang berkembang di masyarakat yang majemuk. “Moderasi beragama adalah sebuah keniscayaan di tengah keragaman agama dan budaya yang ada di Indonesia. Negara harus memastikan bahwa kebijakan yang diambil tidak hanya mengakomodasi kepentingan mayoritas, tetapi juga melindungi hak-hak minoritas,” ujarnya.
Peran Negara dalam Mengatur Moderasi Beragama
Dr. Zamroni juga mengungkapkan pentingnya peran negara dalam menciptakan kebijakan yang mendukung moderasi beragama. Negara harus hadir sebagai pemersatu, bukan pemecah belah, dengan mendukung kebijakan yang mempromosikan dialog antaragama dan mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan.
“Indonesia membutuhkan regulasi yang lebih tegas untuk menangani intoleransi. Namun, regulasi ini juga harus mengakomodasi keberagaman keyakinan yang ada tanpa mendiskriminasi kelompok manapun,” tambahnya.
Moderasi Beragama dalam Praktek: Tantangan dan Solusi
Dalam sesi tanya jawab, Dr. Zamroni mengungkapkan beberapa tantangan utama yang dihadapi dalam penerapan moderasi beragama, di antaranya adalah radikalisasi, kurangnya pemahaman masyarakat mengenai pentingnya kerukunan antaragama, dan pengaruh media sosial yang kadang memperburuk polarisasi sosial.
Namun, ia juga memberikan beberapa solusi untuk mengatasi masalah tersebut, di antaranya melalui peningkatan pendidikan agama yang berbasis pada nilai toleransi, serta penguatan kapasitas lembaga-lembaga keagamaan dalam mengedukasi umat.
“Peran tokoh agama sangat krusial dalam membentuk pemahaman moderat yang tidak hanya mengajarkan toleransi antarumat beragama, tetapi juga penghargaan terhadap perbedaan,” katanya.
Kebijakan Publik dan Penguatan Moderasi Beragama
Dalam pandangannya, kebijakan publik dalam hal moderasi beragama harus berfokus pada dua aspek utama: pendidikan dan pemberdayaan masyarakat. Dalam pendidikan, kurikulum pendidikan agama harus mencakup ajaran yang mengutamakan nilai-nilai moderat dan inklusif. Sedangkan dalam pemberdayaan masyarakat, penting untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya hidup bersama dalam perbedaan.
“Moderasi beragama bukan hanya soal mengurangi ekstremisme, tetapi juga soal membangun masyarakat yang saling menghargai dan bekerja sama, meskipun berbeda keyakinan,” tambah Dr. Zamroni.
Dosen Umaha itu menutup dialog dengan sebuah harapan bahwa Indonesia dapat terus maju sebagai negara yang menjunjung tinggi pluralisme dan moderasi beragama. Kebijakan hukum dan publik yang inklusif, dikombinasikan dengan upaya moderasi beragama yang dilakukan oleh berbagai pihak—termasuk pemerintah, tokoh agama, dan masyarakat—merupakan kunci untuk menciptakan Indonesia yang lebih harmonis dan damai.
